IdentitasBuku
Pengarang : Nur Sultan Iskandar
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta
Terbit : 1997
Terdiridari : 15 Bab
Cetakan : ke-13
Tebal buku : 162 dan x halaman
Panjangbuku :
21 cm
Lebarbuku
: 15 cm Nomor ISBN : 979-407-158-7
Kepengarangan
:
Nur Sutan Iskandar ketika kecil bernama Muhammad
Nur dan setelah beristri diberi gelar Sutan Iskandar. Ini sesuai dengan adat Minangkabau
dari mana pengarang berasal.
Pujangga
yang telah menulis tak kurang dari 80 judul buku ini lahir di Sungaibatang,
Maninjau, tanggal 3 November 1893. Setelah mengalami pendidikan pada sekolah
Melayu, ia diangkat jadi guru. Selama mengajar itulah ia belajar sendiri dari
buku-buku terutama tentang bahasa Melayu dan bahasa Belanda. Dalam bidang
karang-mengarang ia pun kerap
menulis membantu surat-surat kabar di Padang.
Ketika
pindah ke Balai Pustaka mula-mula ia bekerja sebagai korektor, kemudian
berturut-turut diangkat menjadi redaktur dan kepala redaktur.
Cipta
sastranya mula-mula terbir
berjudul Apa Dayaku Karena Aku Perempuan
(1992). Kemudian terbit lagi berturut-turut, antra lain Cinta Yang Membawa Maut (BP-1926), Neraka Dunia (BP-1938), dan Mutiara (BP-1946).
Selain
menampilkan karya-karya sastra ia juga menulis buku bacaan untuk pelajar
SD,SMP, dan SMA. Selain itu juga karya terjemahannya seperti Tiga Orang Panglima Perang karya Alex.
Sebagai
pejuang, beliau dianugerahi tanda kehormatan oleh Departemen Sosial berupa
Perintis Kemerdekaan. Dalam lapangan kebudayaan beliau dianugerahi Satyalencana
tanggal 20 Mei 1961.
Sinopsis
:
Jika hati dikemudikan kehendak,
Bahagia hilang haram terasa,
Awal
dikenang akhir tidak,
Alamat
badan akan binasa.
Begitulah sebait pantun penulis yang
mencoba memberikan kesan moral kepada pembaca lewat karangannya “Katak Hendak
Jadi Lembu”. Walaupun di sana-sini orang mengeluh, mengerang-ngerang karena
kesulitan hidup, tetapi si Katak tak lain niatnya melainkan hendak melebihi si
Lembu yang jauh lebih besar dan kuat daripadanya.
Cerita
roman yang di karang Nur Sutan Iskandar pada tahun 1935 ini menggambarkan
kegelisahan rakyat melihat keadaan yang amat buruk ketika kekacauan ekonomi di
Eropa terasa jua hebat di tanah air kita
Indonesia. Banyak orang diperhentikan dari jawatannya,
jumlah pegawai disusuti benar-benar, seakan-akan tertutup pintu bagi pemuda dan
pemudi tamatan sekolah. Sejak dari sekolah rendah sampai kepada sekolah tinggi,
akan mencari rezeki dengan tangkai pena di kantor-kantor.
Berawal
dari keraguan namun ternyata istimewa pula sesudah keluar. Seorang pujangga dan
ahli bahasa di Eropa, Dr. Teeuwterkesima dengan buku ini, katanya, ”
Lain daripada mengandung segala kebaikan karangan-karangan Iskandar, juga
tentang komposisi dan psikologi, buku itu pun mempunyai kebaikan-kebaikan yang
menurut perasaan saya membuatnya jadi karangannya yang terbagus.”
“Katak
Hendak Jadi Lembu” adalah cerita sastra klasik yang mengandung nilai-nilai
kehidupan dari sepasang suami istri bernama Raden Suria dan istrinya Zubaidah.
Buku ini menceritakan tentang kehidupan Suria yang hanya bekerja sebagai mantri
kabupaten tetapi bertingkah bagai orang yang paling berkuasa di daerahnya
layaknya seekor katak yang ingin berubah menjadi lembu sangat sesuai dengan
judul buku tersebut.
Buku ini,
menggunakan alur maju mundur atau campuran karena awalnya pengarang mengenalkan
situasi dan tokoh cerita, lalu kembali menceritakan kejadian masa lalu ketika
Suria dijodohkan dengan Zubaidah, kemudian kembali memaparkan cerita yang
menuju konflik. Sehingga digunakannya alur maju mundur ini, memudahkan pembaca
untuk mengetahui awal penyebab konflik sebelum mengetahui konflik yang terjadi.
Sedangkan akhir dari cerita ini adalah Suria yang pergi dan tak kembali setelah
di usir Abdulhalim, anak pertamanya. Adapun tokoh utama cerits ini adalah
Zubaidah sebagai istri Suria dengan watak protagonis memiliki sifat yang sabar,
patuh terhadap suami dan sangat menyayangi ketiga anaknya Abdulhalim, Saleh dan
Enah. Sedangkan suami Zubaidah (Suria) dengan watak antagonis memilki sifat
sombong, tinggi hati dan tidak layak ditiru oleh pembaca itu semakin menambah
kehebatan isi cerita.
Meski buku
ini dikarang oleh pengarang yang berasal dari daerah Minangkabau, akan tetapi
pengarang mampu menulis cerita yang kuat dengan menghadirkan latar tempat dan
latar sosial masyarakat Pasundan, Jawa Barat. Hal ini dibuktikan bahwa
pengarang menceritakan adat yang berlaku di Pasundan bahwa seorang anak gadis
harus bersedia menikah dengan seseorang pilihan orang tuanya bukan kehendak dirinya
sendiri. Selain itu pengarang terlihat piawai memainkan bahasa Sunda seperti
“kabodoan” berarti tertipu, ”ngigel” berarti menari, ”semah” berarti tamu dan
juga bahasa Belanda seperti “binnelandsch bestuur” berarti pemerintahan dalam
negeri, dan “hulpschrijver” berarti juru tulis pembantu.
Pasundan sebagai latar tempat yang digunakan
dalam novel ini menjadi saksi bisu kesedihan, kekesalan, ketegangan dan
keharuan yang selalu menghiasi cerita. Hal ini dibuktikan ketika Zubaidah
menangis memohon agar suaminya, Suria tidak lagi boros terhadap keuangan rumah
tangga. Suasana keharuan ketika Suria diusir oleh anaknya, Abdulhalim karena
tabiatnya yang buruk kemudian Suria pergi dan tak kembali.
Cerita roman ini menggunakan sudut pandang
orang ketiga serba tahu karena tidak adanya penggunaan kata “aku” dalam
menceritakan kejadian demi kejadian.
Kekurangan :
Kekurangan
buku ini adalah gambar sampul yang terkesan sederhana dan terlihat seram sehingga tidak menarik untuk dibaca.Bahasanya tidak mudah untuk dimengerti. Akhir cerita terkesan menggantung karena saat diceritakaan bahwa Suria
pergi tidak dijelaskan secara pasti kemana arah tujuan perginya Suria. Pada buku tidak dituliskan tahun berapa cetakan pertama terbit.
Kelebihan :
Kelebihan
buku ini yaitu, banyak mengandung amanat seperti kita tidak boleh sombong dan
tinggi hati, tidak boleh boros, kita tidak boleh menambah beban kedua orang tua
ketika telah menikah, kita jangan
sampai diperbudak oleh harta dan jabatan, karena semua yang kita miliki di dunia
ini hanya “teman dikala hidup dan musuh dikala mati” artinya semua ini hanya
titipan Tuhan Yang Maha Esa.
Dapat
disimpulkan bahwa buku ini layak dibaca oleh orang dewasa dan remaja sedangkan
untuk anak-anak kurang tepatkarena buku
ini menggunakan bahasa yang baku dan sulit untuk dimengerti oleh anak-anak.
1 komentar:
kak, izin copas boleh kak? :)
Posting Komentar